Saturday, February 7, 2015

Air Terjun Sri Gethuk

Lanjut ke obyek wisata lain gan, masih di gunungkidul handayani geng.


Air Terjun Sri Gethuk adalah obyek wisata yang terletak di dusun Menggoran, Bleberan, Playen, Gunung Kidul. Air terjun ini berada di tepi kali oyo/sungai oyo. Sri Gethuk juga sering di sebut air terjun Sompret atau ada juga yang menyebut dengan nama air terjun Slempret. Nama Slempret sendiri berasal dari legenda yang ada di desa tersebut. Menurut cerita masyarakat sekitar, air terjun sri gethuk merupakan pusatnya para jin dengan di pimpin oleh Jin Anggo Menduro.

Sumber mata air sri gethuk lahir dari tiga mata air yaitu, "kedung poh", "ngandong", dan "ngumbul". Ketiga mata air tersebut mengalir menjadi satu dan membentuk air terjun yang meluncur dari tebing bebatuan karst yang terkenal tandus.
Terletak antara sungai oyo dan dikelilingi areal persawahan yg hijau membuat Sri Gethuk selalu mengalir tak kenal musim. Hal tersebut mematahkan Gunung kidul daerah yg di asumsikan sebagai wilayah kering dan tandus ternyata menyimpan keindahan.

Di beberapa kecamatan terutama yang mempunyai pantai memang masih terasa aroma kering di musim kemarau. Namun jangan salah jika kita semua mengunjungi suatu tempat di Kecamatan Playen, desa Bleberan…….disitu ada suatu tempat yang sangat elok, berlimpah air, hamparan sawah yang sangat subur dan tentu yang sedang naik daun dan sangat terkenal sekarnag adalah  tempat yang bernama Air Terjun Sri Getuk. Air di seputar tempat ini sangat melimpah karena memang beberapa mata air muncul dari  dalam tanah dan beberapa alirannya masuk melalui tebing yang yang sangat tinggi masuk ke  dalam Sungai Oya, sungai yang tidak pernah kering dan mengalir  sepanjang musim. Air terjun itu terpcah menjadi tiga bagian yang meluncur sangat deras..itulah indahnya Air Terjun Sri Gethuk di Kecamatan Playen Gunung Kidul.
Jika kita ingin berekreasi ke Air Terjun Sri Gehtuk ini dari Yogyakarta kita akan menempuh jarak sekitar 45 km. Dari yogyakarta ke arah Gunungkidul kemudian naik tanjakan yang lumayan terjal di Piyungan dan bukit Pathuk Gunung Kidul. Terus kemudian akan melalui hutan negara di  Bunder terus sampai ketemu pertigaan traficlight di Gading kemudian belok kanan ke arah Playen.  Setelah sampai Playen belok kanan arah kecamatan Palihan dan sekitar 2 km kita akan ketemu pertigaan dan belok kanan. Di pertigaan tersebut kita sudah akan melihat banyak petunjuk jalan yang akan membimbing kita secara mudah untuk dapat menjangkau air terjun Sri Gethuk. Dari pertigaan tadi kita masih  harus menuempuh perjalanan lagi sepanjang 7 km. ya tinggal 7 km dan sudah lumayan dekat, tapi….eeiit…jangan salah karena jalan tersebut agak kurang baik dan cenderung rusak, jadi jalannya juga pelan pelan..memang sih saat itu beberapa bagian jalan sudah mulai diperbaiki dan aspal juga masih terasa baru. Namun rupaya masih lumayan panjang juga yang rusak jadi kita perlu musti hati hati. Satu setengah jam perjalanan kita sampai di lokasi.

Setelah sampai dilokasi parkir, ada dua cara untuk mencapai lokasi air terjun. Pertama dengan berjalan kaki melintasi areal persawaan sekitar 1.5 km atau yang kedua menuruni anak tangga yang sudah lumayan disemen menuju dermaga di tepi Sungai Oya untuk naik secamam perahu Gethek yang sdah dimodifikasi menjadi  lebih modern. Drum drum dari plastik ditata sedemikian rupa dan beri alas papan untuk berdiri penumpang serta diberi pagar besi untuk pengaman. Perahu ini muat sekitar 7-8 penumpang dan berjalan digerakkan oleh mesin diesel kecil untuk memutar turbin. Perahupun berjalan pelan kita bisa sambil memotret  dan mencari obyek-obyek yang cocok yang sangat indah sepanjang perjalanan 5 menit ini.


Friday, February 6, 2015

Nglambor Beach

Bunaken Yg Tersimpan di Pelosok Jogja

"Sport Snorkel"

kali ini coba ane coret" kekayaan negeri ini gaes.


 Lukisan Allah yang sangat sempurna, tercipta untuk umat-Nya.














Pantai Nglambor terletak di desa purwodadi, kec. tepus, gunung kidul, lebih tepatnya antara pantai siung dan jogan.

Kejutan yg akan di temukan di pantai ini adalah akses jalan yg super duper buruk{lebai sitik}, namun panorama yg di suguhkan sesuai dengan penggorbanannya geng.

Dari Jogja ke Pantai Nglambor bisa ditempuh sekitar 1,5-2jam (kecepatan rata-rata 80km/jam).




Sedikit Tips buat yang mau ke sana :

1. Bawa Sepatu/ sandal gunung lebih aman karna kalau musim hujan tanah liatnya bawaannya pengen nempel mulu tuh ama alas kaki
2. Ingat Tekanan Ban ya gaess.. karna jalan dari Palang ke arah Pantainya cukup menguras tenaga, apalagi kalau boncengan. Hadehhhh makan waktu sekitar 10 menitan buat menahklukan batu-batu tajam setajam Kapak hhhh
3. Keterbatasan fasilitas kamar mandi gaesss jadi yaa harus bisa baca sikon biar gak ngatri banget sama pengunjung lain cz cuma ada 3 KAMAr mandi. OOpppss  tidak ada mushola juga  gaess,,, Ada sih tempat sholat di Rumah / tempat sewa alat snorkeling tapi ambil air wudhunya tetep harus dikamar mandi, Padahal jaraknya lumayan.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
http://xtyaroh.blogspot.com/2015/01/malam-gaess.html?showComment=1423160103532#c4748453201393719973 

Thursday, February 5, 2015

Jalan Karangan Bunga "Malioboro"


ane mulai share lagi gan, salah satu jantung'nya kota Jogja nan Istimewa....... :D 


MALIOBORO

Nama Malioboro di ambil dari bahasa sansekerta yg artinya "karangan bunga" karena pada zaman dulu ketika Keraton mengadakan acara, jalan sepanjang 1 km ini akan dipenuhi karangan bunga. Malioboro merupakan salah satu tempat tujuan wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Tag lengkap rasanya jika ke Jogja  tanpa shopping d tempat tersebut, karena Malioboro merupakan surga cinderamata.

Suasana gaduh dan riuh selalu nampak di sana. Suara kendaraan bermesin, langkah kaki kuda, hingga teriakan pedagang yang menjajakan dagangannya berbaur menjadi satu. Meski waktu terus bergulir dan jaman telah berubah, hingga saat ini Malioboro, Benteng Vredeburg, dan Titik Nol masih menjadi tempat dilangsungkannya beragam karnaval mulai dari gelaran Jogja Java Carnival, Pekan Budaya Tionghoa, Festival Kesenian Yogyakarta, Karnaval Malioboro, dan masih banyak lagi.

Sebelum berubah menjadi jalanan yang ramai, Malioboro hanyalah ruas jalan yang sepi dengan pohon asam tumbuh di kanan dan kirinya. Jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut. 

Kelompok Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu.

Melihat Malioboro yang berkembang pesat menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat belanja, seorang kawan berujar bahwa Malioboro merupakan baby talk dari "mari yok borong". Di Malioboro Anda bisa memborong aneka barang yang diinginkan mulai dari pernik cantik, cinderamata unik, batik klasik, emas dan permata hingga peralatan rumah tangga. Bagi penggemar cinderamata, Malioboro menjadi surga perburuan yang asyik. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri. Aneka cinderamata buatan lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut bisa dibawa pulang dengan harga yang terbilang murah.

Selain menjadi pusat perdagangan, jalan yang merupakan bagian dari sumbu imajiner yang menghubungkan Pantai Parangtritis, Panggung Krapyak, Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi ini pernah menjadi sarang serta panggung pertunjukan para seniman Malioboro pimpinan Umbu Landu Paranggi. Dari mereka pulalah budaya duduk lesehan di trotoar dipopulerkan yang akhirnya mengakar dan sangat identik dengan Malioboro. Menikmati makan malam yang romantis di warung lesehan sembari mendengarkan pengamen jalanan mendendangkan lagu "Yogyakarta" milik Kla Project akan menjadi pengalaman yang sangat membekas di hati.

Malioboro adalah rangkaian sejarah, kisah, dan kenangan yang saling berkelindan di tiap benak orang yang pernah menyambanginya. Pesona jalan ini tak pernah pudar oleh jaman. Eksotisme Malioboro terus berpendar hingga kini dan menginspirasi banyak orang, serta memaksa mereka untuk terus kembali ke Yogyakarta. Seperti kalimat awal yang ada dalam sajak Melodia karya Umbu Landu Paranggi "Cintalah yang membuat diriku betah sesekali bertahan", kenangan dan kecintaan banyak orang terhadap Malioboro lah yang membuat ruas jalan ini terus bertahan hingga kini.

Silahkan berkunjung ke Malioboro, Surga para Pelancong :)



Tugu Yogyakarta




“anE mulai berbagi cerita tentang Tugu Yogyakarta. ,,
Tag lengkap jika ke Jogja tidak mengunjungi Pal Putih.

Tugu atau monumen yang suatu ini udah gag asing lagy buat orang Jogja selain sebagai lambang kota, juga sering di jadikan tempat bernarsis ria buat muda-mudi yang hobby jeprat jepret. :D







Tugu ini di bangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwana I pada tahun 1755, Raja sekaligus pendiri Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.



Pada mulanya tugu ini berbentuk golong(bulat)-gilig(silinder) dengan tinggi mencapai 25 m, sehingga di sebut tugu golong-gilig.

Letaknya tepat di per4an Jl. Jend Sudirman & Jl. Margo utomo, letak ini memiliki nilai simbolis serta merupakan garis magis yang menghubungkan Gunung Merapi, Kraton Ngayogyakarta, dan Laut Selatan.

Pada 10 Juni 1867, gempa hebat mengguncang kota Yogyakarta dan mengakibatkan runtuhnya bangunan tugu. pada tahun 1889, tugu ini mulai diperbaiki oleh pemerintah Belanda yang dilakukan oleh Opzichter van Waterstaat atau Kepala Dinas Pekerjaan Umum, JWS van Brussel di bawah pengawasan Pepatih Dalem Kanjeng Raden Adipati Danurejo V dengan melakukan sedikit renovasi pada bangunan tugu ini. Tugu ini lalu dibangun dengan bentuk persegi dimana puncaknya tidak lagi bulat melainkan berbentuk kerucut runcing. Tiap sisi bangunan tugu juga dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam proses renovasi tersebut. Tidak hanya itu saja, tinggi bangunan yang awalnya mencapai 25 meter pun dibuat hanya setinggi limabelas meter. Tugu ini kemudian diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VII pada tanggal 3 Oktober 1889. Semenjak itu, tugu ini disebut dengan nama De Witt Paal atau Tugu Putih.

Kini Tugu Yogyakarta semakin bertambah cantik dengan taman kecil yang menghiasi sekitar area tugu. Selain menambah kecantikannya, taman ini juga dimaksudkan untuk menjaga agar pengunjung tidak semena-mena naik ke atas tugu dan mengotori bangunan bersejarah ini.